Saturday, August 25, 2012

Lembut Keras (i)

A little tale from a gypsy.

Di postingan ini saya nya diganti pake aku ya. enak ternyata, kesannya formal, hehe.
Oke, let's start this.. Ketika pertama kali dilahirkan, aku merasa sangat berhutang budi pada nenek (dari ayahku).
Karena pada masa kecil itu ibu tidak memiliki banyak waktu untuk ia luangkan denganku. Ibu terlalu sibuk menjalani pekerjaannya sebagai apoteker.
Beliau melakukan itu untuk mencari uang agar aku tumbuh besar dengan layak.. seperti anak-anak lain seusiaku.
Selama 2 tahun kurang aku dibesarkan oleh kasih sayang nenek. Aku digendongnya, digantikan popok, dikelonin, pokoknya kalo mengingat itu aku mungkin
akan ingat sosok beliau. Nenek sepertinya suka akan rengekanku saat bayi, karena beliau tidak pernah terlihat lelah dan selalu terlihat senang dengan
adanya aku sebagai ruh baru penerus generasinya. Maklum... saat itu aku adalah cucu pertama nenek. Gak kebayang memang senengnya punya turunan kayak gimana.

Aku besar dengan sebuah radio usang, kotak kecil yg selalu nenek simpan disamping telingaku. Yang diputar adalah lagu-lagu jaman holandia.
Wieteke van Dort, Rudi van Dalm, kadang juga Sinatra, sampai simfoni klasik Ludwig v.Beethoven.
Bahkan iramanya sampai saat ini masih terngiang di telingaku. Aku dibesarkan dengan penuh kelembutan, tawa bayi ku, dan kesabaran nenek.
Nenek tidak pernah absen di setiap pagi dan siangku. Jelang malam, aku milik ibu sepenuhnya layaknya bayi biasa yg kerjaannya tidur, makan, dimanjain.
Di usia 2 tahun, aku sudah bisa berjalan. Bahkan aku sudah bisa berbahasa inggris. Aku masih ingat bahasa inggris yang kuucap pertama kali adalah "new"
Hahaha, ya sebuah iklan di tv tentang kaset mancanegara hits best of the best, dimana aku lihat michael jackson moonwalking sekilas di iklan tersebut.
Akupun sudah bisa membaca buku cerita bergambar. Aku tumbuh dengan cerita tintin, asterix, buku belgia karangan lupin. Siang aku melihat gambarnya,
membacanya di apotek ibu sembari menungguinya bekerja. Ketika belum datang pembeli, ibu mengajariku membaca sedikit-sedikit dan aku ikuti.
Pun malamnya, ayah selalu aku minta berdongeng, beliau mah beda. Berceritanya tentang jaka tarub, mahabrata, lutung kasarung, dll. sebelum aku tidur.
Siang aku dijejali cerita luar negeri, malamnya epic story hahaha. Itupun salah satu makanya kenapa sampai kini aku senang sekali berdongeng.
Sahabat-sahabat dekatku selalu mengingatku sebagai si pendongeng daripada pemusik. Karena tiap aku selalu
cerita diselingi petikan gitarku layaknya seorang gypsi rumania rapuh dengan baladanya. Kadang diselingi canda, kadang mereka mengajukan suatu kata
yang harus aku kembangkan menjadi judul dan cerita malam. Jadi, jangan beri aku kata untuk dikembangkan menjadi judul ya, hehe.
Ini semua karena kadang, aku ingin bercerita namun tak ada lawan bicara di gelap sunyi ruang ini.
Udah ah jadi mellow, balik lagi ke cerita ah :))

Aku dididik secara rumahan, aku tidak terlalu mengenal dunia luar ketika kecil. Aku keasyikan sendiri dengan musik dan buku cerita.
Kalo jaman sekarang mungkin dibilang autis ama orang lain, hahahahaha.. Tapi kadang ampe sekarang masih sih, tapi ga kebangetan.
Aku udah punya banyak temen2 yg sering maen ksini, aku jailin, aku nasihatin kalo nyimpang (padahal sendirinya nakal..) hahaha.
Masa kecil itu mungkin yang membuat aku sangat berhati-hati terhadap afeksi eksternal terhadap hidupku. Aku tidak terlalu nyaman dengan orang yg belum aku
kenal secara baik. Simple karena aku bisa melihat orang itu baik cukup dari antusiasme pembicaraannya denganku dan sedikit aksen senyum simpul darinya.
Nah, di usia 2 tahun ini aku sering banget liat iklan susu bayi. Tapi aku ga suka susu, karena pernah ada satu produk yg enek banget dan ngerubah stigmaku
tentang susu bahwa susu putih itu, TEU NGEUNAH!! hahahahaha. Susu lain mah suka asal jangan susu putih, hoekkks!
Di iklan susu ini aku lihat ibu2 mejadi pemerannya. Aku mulai berpikir kok perut ibu itu besar, sama seperti perut ibuku.
Ketika di akhir cerita itu aku lihat seorang bayi didalam perut aku mendekat ke arah TV "seeeeet!" Kok aneh, ada anak yg lebih kecil dariku dlm perut.
Akhirnya ibuku bilang "ini juga sama ky, tar kamu punya adik nak asikk!" aku tersenyum bahagiaaa sekali!! mungkin saat itu senyum tergantengku seumur hidup
yesss..asik pokonya punya adik~! Setiap tidur aku disamping ibu, dan hobi favoritku adalah memegang perut ibu. Aku merasakan tendangan2 disana,
kadang kepalaku disimpan di perut ibu daaaan... habek!! ketendang kepalaku sialan! tapi itu mengasyikan~ hahaha..

Akhirnya, tiba waktunya adikku akan lahir. Aku sangat rewel karena aku ingin selalu disamping ibu sampai adikku keluar. Aku sayang ibuku.
Aku tak ingin apa-apa terjadi pada ibu dan adikku. Tapi finally, ayah meredakan kenakalanku dengan membelikan...... membelikan apa cobaaaaa~?


next posting we meet again!! haha good day to you readers, stalkers, or maybe my future wife! :))))))

Thursday, August 23, 2012

Histoire de Ma Vie (iii)

A Rocknroll Heart. (lanjutan histoire dmv ii)

 

...kamipun berangkat menuju gunung tersebut. Tapi dalam seperempat perjalanan, nenek tiba-tiba mengatakan hal aneh kepada kita.
Kita akan segera sampai 15 menit lagi kata beliau. Hah?! Kita bertiga pun terperangah mendengarnya.. Mana mungkin? gunungnya aja belum keliatan.
Kita masih di perkotaan, di depan tukang asong air mineral dan hiruk pikuk lalu lintas. Nenek pun melanjutkan katanya, jika kita percaya dan tak gontai
itu terjadi. Saya dan kedua saudara saya tidak mengerti, namun mengiyakan. Mungkin itu adalah ritual orang zaman dulu.
Ketika kami berjalan, bercanda tawa, kadang diselingi beberapa hal usil di tengah perjalanan. Percaya gak percaya, benar saja..
Ternyata seketika kami sudah melewati 2 gunung tanpa terasa sama sekali. Ini bohong bagiku.. Tapi nyata pada realitanya.
Memang tidak 15 menit, tapi memang sebentar sekali rasanya. Namun, ketika pulang semua terasa berat, hampir separuh waktu kami melaluinya.
Kesimpulannya, saya akan selalu ingat ucapan beliau, "Jika kita yakin dan melewatinya dengan gembira tanpa beban, apapun akan sangat mungkin terjadi."

Kini saatnya ke topik utama, ibu. Beliau anak ke-3 dari kakek dan nenek. Ibuku sangat sunda sekali. Ibu sama sekali tidak mengerti bahasa inggris.
Ibu sangat cinta kesundaannya dan tidak mau terkontaminasi westernity. Namun dibalik itu beliau ingin semua anaknya mengerti bahasa universal agar ga
ketinggalan jaman. Ibu kecil merupakan seorang mojang, sangat aktif dalam bidang kesenian sunda. Ibu menggeluti jaipongan, tari pola yang masih sakral
nilainya bagi keluarga besar kami. Ironis mengingat saat ini jaipong perlahan dilarang pemerintah, padahal jaipongan adalah tarian yang menggunakan
pola, bukan sembarang koreografi. Musik pengiringnya pun bukan musik biasa. Musik yang dimainkan pengiringnya adalah musik berbau kultur.
Kultur yang berhubungan dengan religi. Hubungan langsung antara ucapan syukur melalui kreasi dengan Tuhan. Mereka yang tidak mengerti mungkin
menganggap kami yg berprofesi sebagai seniman ini gila. Tapi memang benar, tak dapat disangkal bahwa istilah musik, budaya adalah agamaku.
Kontroversial memang, terserah..kalian tidak mengerti.Mereka yang mengerti agama belum tentu mengerti seni budaya,
tapi kami melalui seni budaya sudah tentu mengerti agama. Bilal pun jika adzannya tidak menggunakan nada, getar ke-khusyu-an sebuah panggilan shalat
akan percuma. Penari, musisi, gak mungkin bisa berestetika dgn indah tanpa gerakan yang diizinkan-Nya. Kami berkreasi dengan hati,
"gusti, lamun ieu rizkina abdi..lancarkeun elmu abdi supados tiasa ngabubungah nu nganikmatan. keun sabaraha2 na mah nu penting abdi maen pake rasa, mugi pahala kanggo samudaya.."

Loh hahaha jadi ngomongin seni, maaf ya saya emosional dan akan sensitif ketika berbicara seni. " Da aing diparaban seni ti lemet keneh" kasarnya mah.
Oke, beranjak dewasa ibu mengenal dunia kerja, ibuku bekerja sebagai apoteker. Beliau ahli sekali soal obat,  makanya kenapa kalo anak2nya sakit
riweuhnya ibu bukan main.. dipanggil gak denger aja langsung disuruh ke THT. Hemmmh --"
Semasa kecil saya selalu menemani ibu kerja di apotek, nama apoteknya "lucas". Tapi setelah aswin (adik pertama saya) lahir, ibu berhenti dari segala
aktivitasnya dan menjadi ibu rumah tangga. Saat berusia 4 tahun ibu menyuguhkan saya musik2 kahitna, andre hehanusa, maribeth, dll. yg membuat saya
menyukai nada tinggi. Hasilnya, sampai saat ini kalo nyanyi range-nya pasti 2 oktaf diatas nada dasar. Usia 6 tahun saya didaftarkan ibu menjadi
anggota vokal grup, latihannya di RRI. Tapi gak lama, saya cengeng bgt soalnya, kalo latian ditinggal ibu suka tiba2 ngejar saat latihan. hahahaha
malu juga inget dulu.

Ibu sangat mendidiku untuk mencintai seni. Mengenalkan angklung saat saya TK. Bahkan ketika perpisahan saya menyanyikan lagu sunda di TK. Hahaha
Saat itu saya masih ingat sekali saya berduet dengan si Bima tattoo! What a ! Yeah, kolaborasi terlucu. Bima skrg sekampus denganku sampai skrg.
Selain di sekolah, saya pun dijejali seni beranjak besar. Tapi ini beda, ini grunge.. Kalian tau rock 'n roll? Blues? Oi! ??
Yup, di rumah ini saat itu ditinggali om2 saya, adik2 ibu yg masih SMA. Mereka nakal2 dan usil sering membawa teman2nya ke rumah.
Tapi om saya sangat nyaah ke saya, saya kecil diajak gigitaran nyanyi bareng. Teman2nya pun sangat apet karena saya berhasil membawakan bento
untuk mereka saat itu! Mereka bilang saya aneh.. Saya pendiam, saya hanya ikut duduk depan mereka tanpa sepatah kata pun berbicara dgn mereka.
Saya hanya memperhatikan bagaimana cara mereka bermain dari satu nada ke nada yg lain. Pandangan saya datar, namun apreggio telinga saya dengan
seksama merekamnya. Otak saya bodoh, tapi tidak dengan apreggio ini. Saya belajar instrumen memakai telinga dan antusiasme hati.
Saya sadar tergolong tidak mampu untuk les gitar. Lagian saya benci keadaan ramai diantara para borjuis2. Saya lebih baik sendiri dirumah iseng
cari nada lewat gitar. Ketika mereka menugas, saya pegang gitar itu, dan memainkan blues sebuah bento untuk mereka.
I love this! I love every moves on my finger. I love guitar, i don't know why but i love it.

Perlahan-lahan sekumpulan mereka dan cara mereka menikmati hidup dengan musik menjadi gaya hidup untuk saya.
Saya mulai menyobekkan celana saya sampai ibu marah, saya beli coklat rokok digantung di mulut sambil bermain gitar.
Mereka jahat, mereka menyodorkan saya jimi hendrix, iwan fals, nirvana, eric clapton. Stigma saya berubah.
Dari pecinta evergreen (love song harmonies) jadi revolutionary musician. Setelah SMP ayah memperlihatkanku foto
ketika masih berusia 2 tahun memangku gitar. Aku disuguhi the beatles oleh ayah, makin berwarna lah sudah otak ini penuh sampah nada.

Well, saya mencintai mereka. Gitar, ayah, ibu, kakek-nenek, adik2 ayah dan ibu. Saya hidup dengan ini, jgn pernah ambil mereka.
Di blog selanjutnya saya akan bercerita tentang apa ya? Tentang masa kecil deh. Janji..
Masa kecil saya ga seindah kalian.. Kalian yang ceria karena mainan plastik dan kemewahan. Judulnya " Lembut Keras."
Makasih yaaa ! Yang mau kenal lebih deket sini ayo main aja ke rumah, saya milik kalian ketika disini.
Kamarku adalah kamar kalian, orangtuaku adalah orangtua kalian juga. disini ;)